Islam Nusantara | Islam Nusantara NU | Islam Nusantara pdf Islam Nusantara Itu Apa | Islam Nusantara NU Online | Islam Nusantara dan Komitmen Kebangsaaan | Islam Nusantara Menurut Muhammadiyah | Islam Nusantara gus Muwafiq | Islam Nusantara Menurut UAS | Islam Nusantara menurut para Ahli | Tradisi Islam Nusantara | Islam Nusantara menurut NU |

Seorang Sufi Wanita ; ROBI’AH AL ADAWIYAH

Seorang Sufi Wanita ; ROBI’AH AL ADAWIYAH
Seorang Sufi Wanita ; ROBI’AH AL ADAWIYAH 


Tokoh sufiwanita yang sangat terkenal di seluruh dunia karena kesuciannya adalah Robi’ah binti Ismail Al Adawiyah. Ia berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil ia tinggal di kota Basrah. Ia sangat dihormati oleh orang-orang sholeh yang hidup pada masa itu. Seumur hidupnya ia tidak pernah menikah, jiwa, raga, dan hatiya untuk yang dicintainya, yaitu Alloh SWT wa Rosulihi Saw.

           
Pada malam Robi’ah dilahirkan ke dunia, tidak ada sesuatu barang yang berharga yang dapat ditemukan di rumah orang tuanya. Ayahnya adalah seorang yang sangat miskin, bahkan tidak ada minyak setetespun untuk memoles pusar putrinya. Tidak ada lampu penerangan dan tidak ada kain untuk selimut putrinya. Oleh ayahnya diberi nama Robi’ah karena ia adalah putri keempat dari empat bersaudara yang kesemuanya putri.
“Pergilah kerumah tetangga kita si Fulan dan mintalah sedikit minyak untuk menyalakan lampu agar malam hari ini terlihat terang” Kata si Ibu menyuruh suaminya. Namun sang ayah telah bersumpah bahwa ia tidak akan meminta sesuatu apapun dari tetangga atau yang lainnya. Demi menyenangkan hati isterinya, maka pergilah ia ke rumah tetangganya berpura-pura untuk meminta kepada tetangganya. Kemudian pulanglah sang Ayah dan berkata “Mereka tidak mau membukakan pintu”. Mendengar hal itu sedilah hati isterinya, kemudian menangis.

Dalam keadaan yang memprihatikan ini, sang ayah hanya dapat menundukan kepala sampai akhirnya tertidur dengan kepala di atas lutut. Dalam tidurnya, sang ayah bermimpi bertemu dengan Rosululloh Saw dan dihibur, “Janganlah engkau bersedih, karena bayi perempuan yang baru dilahirkan itu adalah Ratu kaum wanita dan akan menjadi penengah bagi 70 ribu orang di antara kaumku”. Kemudian Rosululloh Saw meneruskan “Besok, Pergilah engkau menghadap Isa Az-Zadan, Gubernur Basrah, tulislah diatas kertas kata-kata berkut ini : “Setiap malam engkau mengirimkan Sholawat seratus kali kepadaku, dan setiap malam jum’at empat ratus kali, kemarin adalah hari kamis malam malam jum’at dan engkau lupa melakukannya. Sebagai penebus kelalaianmu itu, berikanlah kepada orang ini empat ratus dinar yang telah engkau peroleh dengan halal”.
Ketika terbangun, sang ayah mencucurkan air mata. Kemudian ia menulis surat sesuai pesan Rosululloh Saw kepadanya dan mengirimkan kepada Gubernur Basrah melalui Pengurus Rumah Tangga Istana.
Setelah membaca surat yang diberikan sang ayah, Gubernur kemudian memerintahkan kepada bawahannya “Ambil 2.000 dinar dan bagikan kepada orang-orang miskin, dan sebagai tanda syukur kepada Rosululloh Saw yang telah memperingatkanku, berikanlah kepada Ayah Robi’ah 400 Dinar”. Kemudian lanjutnya “Aku harap engkau datang kepadaku sehingga aku dapat melihat wajahmu, namun tidak pantas bagi orang seperti engkau untuk datang kepadaku, lebih baik  seandainya  akulah  yang  datang  dan  mengetuk  pintu rumahmu

dengan jenggotku ini. Walaupun demikian, demi Alloh, aku bermohon kepadamu, apapun yang kamu butuhkankan, katakanlah padaku”.
Selesai menerima uang pemberian Gubernur tersebut, pulanglah sang ayah, dan membeli berbagai keperluan.
Ketika beranjak besar, Ayah dan Ibunya meninggal dunia. Di Kota Basrah dilanda bencana kelaparan dan ia terpisah dari kakak-kakak perempuannya.
Suatu hari ketika sedang keluar rumah, ia terlihat oleh seorang penjahat yang segera menangkap dan menjualnya seharga enam dirham untuk dijadikan budak. Sebagai budak belian, tentu saja ia disuruh untuk mengerjakan pekerjaan yang berat-berat.
Pada suatu hari ketika sedang berjalan-jalan, datanglah seseorang yang tak dikenalnya menghampiri. Ia takut kemudian lari, tiba-tiba ia jatuh tergelincir sehingga tangannya terkilir. Ia menangis sambil mengantuk-antukkan kepalanya ke tanah, kemudian berkata “Yaa Alloh, aku adalah orang asing di sini, tidak mempunyai ayah bunda, sebagai tawanan yang tidak berdaya, sedangkan tanganku cidera, namun, itu semua tidak membuatku bersedih hati karenanya. Satu-satunya yang aku harapkan adalah supaya aku dapat memenuhi kehendak-Mu dan mengetahui apakah ENGKAU berkenan atau tidak”
Robi’ah, janganlah engkau berduka” terdengar suara berkata kepadanya, “Kelak kemudian hari engkau akan dimulyakan, sehingga malaikat iri kepadamu.” Kemudian Robi’ah kembali ke rumah majikannya
Di siang hari ia berpuasa dan mengabdikan kepada Alloh, sedangkan pada malam harinya ia berdo’a sambil berdiri sepanjang malam.
Pada suatu malam, majikannya terbangun dari tidurnya dan ketika berjalan melewati jendela, terlihat olehnya Robi’ah sedang bersujud sambil berdo’a kepada Alloh SWT. “
“Yaa Alloh, Engkau tahu bahwa hasrat hatiku hanyalah untuk dapat mematuhi perintah-Mu dan mengabdi kepada-Mu. Jika aku dapat merubah nasib diriku ini, niscaya aku tidak akan beristirahat barang sebentarpun dari mengabdi kepada-Mu. Namun engkau telah menyerahkan diriku di bawah kekuasaan seorang hamba-Mu”.
Sepasang mata majikannya terbelalak lebar, bukan karena hanya mendengar do’a Robiah, tetapi karena ia melihat suatu keajaiban, sebuah lentera/lampu tanpa rantai tergantung di atas kepala Robi’ah yang menerangi seluruh rumah. Menyaksikan hal tersebut si Majikan merasa takut, kemudian langsung pergi ke kamar tidurnya dan duduk termenung hingga fajar tiba. Keesokan harinya, si Majikan memanggil Rabi’ah dengan sikap lemah lembut, kemudian ia membebaskannya.
 “Ijinkanlah aku pergi.” Kata Robi’ah kepada Majikannya. Setelah diberi ijin oleh Majikannya, kemudian ia pergi. Ia berjalan melewati padang pasir, menempuh perjalanan jauh menuju tempat sepi untuk ber-khalwat, mengabdikan diri kepada Alloh wa Rosulihi Saw, dan dengan tekun melaksanakan ibadah.

Beberapa lama kemudian, ia berniat untuk menunaikan ibadah haji. Setelah mempersiapkan perbekalan secukupnya, berangkatlah ia bersama rombongan untuk menunaikan ibadah haji. Di tengah perjalanan, keledai yang dipergunakan untuk mengangkut barangnya mati, padahal pada saat itu berada ditengah-tengah padang pasir.
“Biarlah aku yang membawakan barang-barangmu” kata seorang laki-laki dalam rombongan itu menawarkan jasa. “Tidak, teruskanlah perjalanan kalian, bukan tujuanku untuk menjadi beban kalian” jawab Robi’ah. Kemudian rombongan itu melanjutkan perjalanan dan meninggalkan Robi’ah seorang diri.
“Yaa Alloh” Robi’ah berseru sambil menengadahkan kepala, “Beginikah caranya raja-raja memperlakukan seorang wanita yang tidak berdaya ditempat yang masih asing ini?” “Engkau telah memanggilku ke rumah-MU, tetapi di tengah perjalanan, Engkau membunuh keledaiku dan meninggalkanku sebatangkara di tengah-tengah padang pasir.” Sebelum Robi’ah meneruskan kata-katanya, tiba-tiba keledai yang mati itu bergerak, kemudian berdiri. Robi’ah meletakkan barang-barangnya kembali di atas punggung binatang itu dan melanjutkan perjalanan.
Setelah beberapa hari menempuh perjalanan padang pasir, ia terasa letih sekali, dan sebelum berhenti ia berseru kepada Alloh “Yaa Alloh, tubuhku terasa letih, ke arah manakah yang harus ku tuju ?. Aku ini hanyalah segumpal tanah, sedang rumah-Mu terbuat dari batu. Yaa Alloh aku bermohon kepada-Mu, tunjukkanlah diri-MU.”

Alloh berfirman dalam hati sanubari Robi’ah, “Robi’ah, engkau sedang berada di atas sumber kehidupan delapan belas ribu dunia. Tidakkah engkau ingat betapa Musa telah bermohon untuk melihat-KU dan gunung-gunung terpecah menjadi 40 keping. Karena itu, cukuplah engkau dengan nama-Ku saja”.
Suatu ketika Robi’ah menderita sakit yang gawat, kemudian ia ditanya apa penyebab sakit yang dideritanya itu. “Aku telah menatap surga, dan Alloh telah menghukumku” jawab Robi’ah.
Ketika Hasan Basri datang mengunjungi Robi’ah, ia melihat salah seorang Pemuka Kota Basrah berdiri di depan pintu pertapaan Robi’ah, ia hendak memberikan sekantong uang emas kepada Robi’ah dan Pemuka itu menangis. Hasan Basri bertanya kepada Pemuka itu “Mengapa engkau menangis ?”
“Aku menangis karena wanita suci zaman ini” Jawab Pemuka itu. “Karena jika kehadirannya tidak ada lagi, celakalah umat manusia. Aku membawakan uang emas sekedar untuk biaya perawatannya, namun aku kawatir kalau-kalau Robi’ah menolaknya, bujuklah agar ia mau menerima uang ini”.
Maka masuklah Hasan Basri ke dalam pertapaan Robi’ah dengan membawa uang itu. Robi’ah menatap hasan Basri dan berkata “Dia telah menafkahi orang-orang yang telah menghujjahnya. Apakah Dia tidak akan menafkahi orang-orang yang mencintai-Nya. Sejak aku mengenal-Nya, aku berpaling dari manusia ciptaan-Nya. Aku tidak tahu kekayaan orang itu halal atau tidak, maka bisakah aku menerima pemberiannya ?. Pernah aku menjahit  pakaianku  yang  robek  dengan
diterangi lampu dunia, beberapa saat aku lengah tidak ingat kepada Alloh karena lampu tersebut, hingga akhirnya aku sadar, kemudian pakaian itu kurobek kembali pada bagian yang telah aku jahit itu dan hatiku menjadi lega. Mintalah pada Pemuka itu agar aku tidak lengah lagi dan kembalikan uang emas itu kepadanya.”
Suatu ketika Abdul Wahid Amir dan Sofyan  Ats Tsauri mengunjungi Robi’ah ketika sakit. Tetapi karena keduanya merasa segan, mereka tidak berani menegur atau menyapanya.
“Engkaulah yang berkata” Kata Abdul Wahid kepada Sofyan. Kemudian Sofyan berkata kepada Robi’ah, “Jika engkau berdo’a, niscaya penderitaanmu ini akan hilang”.
Robi’ah menjawab, “Tidak tahukah engkau, siapa yang menghendaki aku menderita seperti ini ? bukankah Alloh ?
“Ya” Jawab Sofyan
“Bagaimana mungkin engkau tidak mengetahui hal ini. Engkau menyuruhku memohonkan hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya ? Bukankah itu tidak baik apabila kita menentang sahabat kita sendiri ?”
           “Apakah yang engkau inginkan, Robi’ah? Sofyan bertanya lagi.
Sofyan, engkau adalah orang yang terpelajar, tetapi mengapa engkau bertanya pula, apakah yang aku inginkan ?” “Demi kebesaran Alloh” Robi’ah berkata tegas, “Telah dua belas tahun aku mengingin-kan buah kurma segar. Engkau  tentu tahu bahwa di kota Basrah, buah kurma harganya sangat murah, tetapi hingga saat ini aku  tidak  pernah
memakannya, aku ini hanyalah hamba-Nya dan pantaskah seorang hamba menginginkan sesuatu, sedang Alloh tidak menginginkan-Nya, maka kafirlah aku. Engkau harus menginginkan sesuatu yang diingin-kan-Nya karena semata-mata agar engkau dapat menjadi hamba-Nya yang sejati, tetapi lain lagi jika Alloh SWT sendiri memberikan-Nya”
Sofyan terdiam, kemudian ia berkata lagi kepada Robi’ah “Karena aku tidak dapat berbicara mengenai dirimu, maka engkaulah yang berbicara mengenai diriku”
“Engkau adalah orang yang baik, kecuali dalam satu hal, engkau mencintai dunia, engkaupun suka membacakan haidts-hadits” Sofyan sangat tergugah hatinya dan berseru “Yaa Alloh ! kasihanilah aku”
Tetapi Robi’ah mencela, “Tidak malukah engkau mengharap-kan Alloh, sedangkan engkau sendiri tidak mengasihi Alloh?”
Pada suatu ketika Malik bin Dinar mengunjungi Robi’ah. Dia menyaksikan Robi’ah menggunakan gayung pecah untuk bersuci dan minum, sebuah tikar dan batu bata yang kadang-kadang dipergunakannya sebagai bantal. Menyaksikan itu semua hati Malik bin Dinar menjadi sedih.
“Aku mempunyai teman-teman yang kaya” kata Malik “Jika engkau menghendaki sesuatu, akan aku mintakan kepada mereka.”
 “Malik, engkau telah melakukan kesalahan yang besar” jawab Robi’ah “Bukankah yang menafkahi aku dan menafkahi mereka adalah satu, yaitu Alloh”   “Ya” jawab Malik
 “Apakah yang menafkahi orang-orang miskin itu lupa kepada orang-orang miskin karena kemiskinannya ?, dan apakah Dia hanya ingat kepada orang-orang kaya karena kekayaan mereka?” tanya Robi’ah. “Tidak” jawab Malik
“Jadi” Robi’ah meneruskan, “Karena Dia Mengetahui keadaanku, bagaimana aku harus mengingat-Nya ?, beginilah yang di-kehendaki-Nya, dan aku menghendaki seperti yang dikehendaki-Nya”
Ketika tiba saatnya Robi’ah harus meninggalkan dunia ini, orang-orang yang menungguinya meninggalkan kamarnya dan menutup pintu kamar itu dari luar. Kemudian mereka mendengar dari kamar Robi’ah, “Wahai jiwa yang tenang dan damai ! kembalilah kepada Tuhanmu dengan berbahagia”
Setelah beberapa saat tidak ada lagi suara yang terdengar, mereka lalu membuka pintu dan mendapatkan Robi’ah telah meninggal dunia.
Setelah Robi’ah meninggal dunia, ada seseorang yang mimpi bertemu dengannya, kemudia ia bertanya “Robi’ah, bagaimana engkau menghadapi Munkar dan Nakir?”
Robi’ah menjawab, “Kedua malaikat itu datang kepadaku dan bertanya : “Siapakah Tuhanmu?” aku menjawab : Pergilah kepada Tuhanmu dan katakan kepada-Nya : diantara berjuta-juta makhluk yang ada, janganlah engkau melupakan seorang wanita tua yang lemah, aku hanya memiliki engkau di dunia yang luas ini, aku tidak pernah lupa kepada-Mu, tetapi mengapa Engkau mengirim utusan hanya sekedar menanyakan siapa Tuhanmu kepadaku”
Betapa berat dan murninya kadar keimanan yang dimiliki oleh Robi’ah Al Adawiyah, setiap langkah dan detak jantungnya dipergunakan untuk mengabdi dan mengingat kepada Alloh semata. Semoga iman Billah Robi’ah tertanam pada kita semua Pengamal Wahidiyah, karena kita yakin bahwa Muallif Sholawat Wahidiyah mampu menanamkan iman Billah kepada pengikut-pengikutnya yang senantiasa meningkatkan mujahadah-mujahadah dan selalu menerap-kan ajaran LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL, dan LILGHOUTS-BILGOUTS, serta selalu menghadiri dan melaksanakan apa yang telah digariskan Muallif Sholawat Wahidiyah.
Semoga kita dikaruniai hati yang jernih, batin yang tenang dan kokoh. Jiwa yang tenang sehingga berhasil wusul, sadar ma’rifat kepada Alloh SWT wa Rosulihi Saw, suatu kondisi batiniyah yang menjamin keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup lahir batin dunia dan akhirat yang mendapat ridho Alloh SWT Amin.